Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan
sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam
situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia
menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi
dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan
tanggungjawab bersama.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999: 64)
membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
- Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
- Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka)
pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk
menanggapi proyek-proyek pembangunan;
- Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh
masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
- Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang
mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil
inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
- Partisipasi adalah pemantapan dialog antara
masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan,
pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai
konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
- Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam
pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat
dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang,
atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara
sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai
berikut:pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut
dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga,
bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya
kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak
langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang
lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana
tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun
oleh Department for International Development (DFID) (dalam
Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:
a) Cakupan. Semua
orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil- hasil
suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
b) Kesetaraan dan
kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan
prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa
memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.
c) Transparansi. Semua
pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka
dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
d) Kesetaraan kewenangan
(Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak yang terlibat harus
dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari
terjadinya dominasi.
e) Kesetaraan Tanggung
Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab
yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing
power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan
langkah-langkah selanjutnya.
f) Pemberdayaan (Empowerment).
Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses
kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu
sama lain.
g) Kerjasama.
Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi
kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan
dengan kemampuan sumber daya manusia.
Bentuk dan Tipe
Partisipasi
Ada
beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program
pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi
tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial,
partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif. Dengan berbagai bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas, maka
bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk
partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk
partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk
partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan
sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran,
partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif.
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha
bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi harta
benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa
alat-alat kerja atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang
diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat
menunjang keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu
memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota
masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide,
pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun
untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan
memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang
diikutinya. Partisipasi sosial diberikan oleh partisipan sebagai tanda
paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga
sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain
untuk berpartisipasi. Pada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil
keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama. Sedangkan partisipasi
representatif dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada
wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia. Penjelasan mengenai
bentuk-bentuk partisipasi dan beberapa ahli yang mengungkapkannya dapat dilihat
dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pemikiran
Tentang Bentuk Partisipasi
Nama Pakar
|
Pemikiran Tentang Bentuk
Partisipasi
|
(Hamijoyo, 2007: 21;
Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
|
Partisipasi uang adalah
bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan
masyarakat yang memerlukan bantuan.
|
(Hamijoyo, 2007: 21;
Holil, 1980: 81 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi harta benda
adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa
alat-alat kerja atau perkakas.
|
(Hamijoyo, 2007: 21 &
Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi tenaga adalah
partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha
yang dapat menunjang keberhasilan suatu program.
|
(Hamijoyo, 2007: 21 &
Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi keterampilan,
yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada
anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang
tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
sosialnya.
|
(Hamijoyo, 2007: 21 &
Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi buah pikiran
adalah partisipasi berupa sumbangan berupa ide, pendapat atau buah pikiran
konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar
pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman
dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
|
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu
dan Simanjutak, 2005: 11)
|
Partisipasi sosial,
Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban.
Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan
perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk
berpartisipasi.
|
(Chapin, 2002: 43 &
Holil, 1980: 81)
|
Partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam
rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama.
|
(Chapin, 2002: 43 &
Holil, 1980: 81)
|
Partisipasi representatif.
Partisipasi yang dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada
wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia.
|
Berdasarkan bentuk-bentuk partisipasi yang telah dianalisis, dapat ditarik
sebuah kesimpulan mengenai tipe partisipasi yang diberikan masyarakat. Tipe
partisipasi masyarakat pada dasarnya dapat kita sebut juga sebagai tingkatan
partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat. Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)
mengidentifikasikan partisipasi masyarakat menjadi 7 (tujuh) tipe
berdasarkan karakteristiknya, yaitu partisipasi pasif/manipulatif, partisipasi
dengan cara memberikan informasi, partisipasi melalui konsultasi, partisipasi
untuk insentif materil, partisipasi fungsional, partisipasi interaktif,
dan self mobilization. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Tipe
Partisipasi
No.
|
Tipologi
|
Karakteristik
|
1.
|
Partisipasi pasif/
manipulatif
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi.
(b) Pengumuman
sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan
masyarakat.
(c)
Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar
kelompok sasaran.
|
2.
|
Partisipasi dengan cara
memberikan informasi
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya.
(b) Masyarakat
tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian.
(c)
Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
|
3.
|
Partisipasi melalui
konsultasi
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi.
(b) Orang luar
mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian
mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi
tanggapan-tanggapan masyarakat;
(c) Tidak ada peluang bagi
pembuat keputusan bersama;
(d) Para profesional tidak berkewajiban mengajukan
pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.
|
4.
|
Partisipasi untuk insentif
materil
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga
kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya.
(b) Masyarakat
tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya.
(c)
Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis.
|
5.
|
Partisipasi fungsional
|
(a)
Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan
yang berhubungan dengan proyek.
(b)
Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang
disepakati;
(c) Pada
awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator,
dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri.
|
6.
|
Partisipasi interaktif
|
(a) Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada
perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan
kelembagaan yang telah ada;
(b)
Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari
keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik;
(c) Kelompok-kelompok
masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga
mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.
|
7.
|
Self
mobilization
|
(a)Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak
dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai
yang mereka miliki;
(b)Masyarakat
mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan
bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang dibutuhkan;
(c)Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.
|
Sumber: Sekretariat
Bina Desa (1999: 32-33)
Pada dasarnya, tidak ada jaminan bahwa suatu program akan berkelanjutan
melalui partisipasi semata. Keberhasilannya tergantung sampai pada tipe macam
apa partisipasi masyarakat dalam proses penerapannya. Artinya, sampai sejauh
mana pemahaman masyarakat terhadap suatu program sehingga ia turut berpartisipasi.
Proses partisipasi
Dalam berbagai program
pembangunan para praktisi pembangunan pun telah melakukan persiapan sosial agar
program tersebut benar-benar menyentuh kepentingan, kebutuhan dan masalah
masyarakat melalui tahapan-tahapan keikutsertaan masyarakat, dengan tujuan
yaitu untuk meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan juga tingkat
keikutsertaan masyarakat. Persiapan sosial ini dimaksudkan agar setiap paket
pembangunan dapat dikomunikasikan secara efektif dan efisien.
Analisis proses
partisipasi atau keikutsertaan masyarakat ini menjadi sangat penting karena
dengan demikian usaha komunikasi program pembangunan ke dalam masyarakat akan
memperoleh hasil yang maksimal. Analisis yang di maksud adalah :
1. Tahapan
penumbuhan ide untuk membangun dan perencannaan
Dalam tahap ini kita
harus melihat, apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan ats gagasan atau
ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat serdiri atau diturunkan dari atas.
Jika datangnya dari masyarakat itu sendiri karena didorong oleh tuntutan
situasi dan kondisi yang menghimpitnya pada saat itu maka peran aktif
masyarakat akan lebih baik dan juga sebaliknya. Jika masyarakat diikut
libatkan di dalam proses perencanaan untuk membangun daerahnya, maka
dapat dpastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai
manusia yang dihargai sebagai manusia yang memilki potensi dan kemampuan
sehingga mereka lebih mudah berperanserta aktif dalam melaksanakan,
melestarikan program pembangunan tersebut.
2. Tahap
pengambilan keputusan
Landasan filosofi dalam
tahap ini adalah bahwa setia orang akan merasa dihargai jika mereka diajak
untuk berkomprimi, memberikan pikiran-pikirannya dalam membuat suatu keputusan
untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya. Keikutsertaan
anggota atau seseorang di dalam pengambilan suatu keputusan secara psikososial
telah memaksa anggota masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggungjawab
dalam melaksanakan, mengembangkan setiap paket program yang di komunikasikan.
Mereka merasa memiliki tanggung jawab secara penuh tehadap keberhasilan program
yang dilaksanakan. Dengan demikian dalam diri masyarakat akan tumbuh rasa
tanggung jawab secara sadar kemudian berprakarsa untuk berpartisipasi secara
positif dengan penuh kesadaran.
3. Tahap
pelaksanaan dan evaluasi
Landasan filosofi dalam
tahapan ini adalah prinsip learning by doing dalam metode
belajar orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan
adalah agar masyarakat dapat mengetahi secara baik tentang cara-cara
melaksanakan program sehingga nantinya mereka secara mandiri mampu melanjutkan,
meningkatkan, serta melestarikan program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan
lainnya adalah untuk menghilangkan kebergantungan masyarakat terhadap pihak luar
(komunikator atau penyuluh). Sedangkan dalam hal mengevaluasi, masyarakat
diarahkan untuk mampu menilai sendiri dengan mengungkapkan tentang apa yang
mereka tahu dan apa yang mereka lihat. Mereka diberi kebebasan untuk menilai
sesuatu dengan apa yang ada dibenaknya, pengalaman, kelebihaan, kelemahan,
manfaat, hambatan dan faktor pelancar dari program tersebut.
4. Tahap
pembagian keuntungan
Tahap ini menekankan
pada tahap pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara merata kepada
anggota masyarakat. Pertimbangan pokok dalam menerapkan suatu program jika
dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut akan memberikan
kesuksesan secara ekonomis kepada anggotanya.
Dalam pelaksanaan tidak
mudah untuk menerapkan tahapan-tahapan diatas, karena keterbatasan pengetahuan
serta keterampilan masyarakat dalam hal perencanaan, penagmbilan keputusan,
evaluasi serta menghitung kemanfaatan secara ekonomis. Akan tetapi dengan
pendekatan analisis partisipasi maka akan mewujudkan bottom up planning yang
berjalan seimbang dengan top down planning.
Selain analisis proses partisipasi diatas, dalam partispasi juga terdapat
cara-cara dalam merealisasikan keikutsertaan yang efektif yang diterapkan ADB
(Asian Development Bank) dalam kegiatan yang mereka laksanakan,
diantaranya:
1. Partisipasi
dengan Berbagi/Mengumpulkan Informasi
Ujung pasif pada
skala partisipasi (dari dangkal sampai
dalam) adalah menyebarluaskan informasi kepada, atau
mencari informasi dari, para stakeholder.
Penyebarluasan informasi harus menjadi bagian dari setiap prakarsa pembangunan.
2. Partisipasi
melalui Konsultasi/Mendapatkan Umpan balik
Konsultasi merupakan cara utama bagi ADB
(Asian Development Bank) dan instansi-instansi pelaksana pemerintah
untuk mengikutsertakan para
stakeholder dalam prakarsa-prakarsa pembangunan
mereka. Tingkat partisipasi sangat berbeda
di antara bentuk-bentuk konsultasi.
3. Partisipasi
melalui Pemberdayaan/Kendali Bersama
Kedalaman partisipasi maksimum tercapai
dengan adanya pemberdayaan atau kendali bersama. Pada tingkat ini, kekuasaan
untuk membuat keputusan terpusat pada masyarakat daerah. Masyarakat
mengembangkan rencana tindakan dan mengelola kegiatan mereka
sendiri berdasarkan prioritas dan gagasan
mereka sendiri. Para lembaga donor dan
profesional pembangunan lebih bersifat
memperlancar dan mendukung, daripada
mengarahkan, pembangunan daerah.
Kelompok-kelompok daerah mengendalikan keputusan-keputusan daerah, yang
meningkatkan kepentingan mereka dalam mempertahankan bangunan dan praktek fisik
atau kelembagaan.
4. Partisipasi
melalui Kolaborasi/Pembuatan Keputusan Bersama
Konsultasi yang
menggunakan metode partisipasi memperlihatkan bahwa
para stakeholder didorong untuk menyuarakan
wawasan mereka dan bersama-sama merekomendasikan
solusi. Tetapi, konsultasi bersifat terbatas
karena tidak memberikan kendali pembuatan
keputusan kepada para stakeholder. Untuk
satu dan lain alasan,
lembaga sponsor memilih untuk
mempertahankan kemampuan untuk menerima atau menolak saran-saran stakeholder.
Sebaliknya, kolaborasi berbeda dengan konsultasi karena para stakeholder
diundang untuk mempengaruhi isi suatu proyek atau program.
Mengikutsertakan Pendekatan dan Metode Partisipatif
Partisipasi berkisar dari yang dangkal sampai yang dalam dari pertukaran informasi yang pasif sampai komitmen penuh. Para stakeholder dapat dilibatkan dalam banyak hal, dari sekadar diberitahubahwa “pembangunan” sedang
“berlangsung” sampai mengambil bagian dalamproyek-proyek yang membantu mereka bertanggung jawab atas pembangunanmereka sendiri.
Tingkat Partisipasi
===============================================================
Berbagi Konsultasi/ Kolaborasi/ Pembuatan Pemberdayaan/
Informasi Mendapatkan Umpan Balik Keputusan Bersama Kendali Bersama
Dangkal <------------------------------------------------------------------------------------------------------->Dalam
===============================================================
Berbagi Konsultasi/ Kolaborasi/ Pembuatan Pemberdayaan/
Informasi Mendapatkan Umpan Balik Keputusan Bersama Kendali Bersama
Dangkal <------------------------------------------------------------------------------------------------------->Dalam
===============================================================
Berbagi (atau mengumpulkan) informasi berada pada ujung pasif atau dangkal dari sk
ala partisipasi. Ini bisa melibatkan penyebarluasan informasi tentang program yang direncanakan atau meminta para stakeholder untuk memberikan informasi yang akan digunakan oleh para pihak lain untuk membantu merencanakan atau mengevaluasi proyek atau kegiatan lain.
Kolaborasi/pembuatan keputusan bersama dan
pemberdayaan/kendali bersama mewakili apa yang oleh kebanyakan pelaku
pembangunan partisipatif dianggap sebagai partisipasi sejati. Pada tiap tahap,
para stakeholder terlibat aktif dan tercapai hasil yang berkelanjutan.
Dalam kolaborasi, misalnya, orang diundang
oleh pihak luar untuk memenuhi tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya: profesional atau
organisasi pembangunan mengidentifikasi problem atau
masalah yang akan dibahas, dan menghimpunkan
kelompok untuk berkolaborasi membahas
topik tersebut. Para stakeholder mungkin tidak memprakarsai
kolaborasi tersebut, tetapi secara signifikan mempengaruhi hasilnya. Kelompok
atau sub-kelompok dibentuk sehingga membangun jaringan dan meningkatkan mutu
struktur atau praktek. Orang itu sendiri dan proyek di mana mereka
bekerja berubah akibat interaksi mereka.
Gagasan-gagasan para stakeholder mengubah desain proyek atau rencana
pelaksanaan, atau menyumbang pada kebijakan atau strategi baru. Yang paling
penting, profesional atau organisasi pembangunan yang meminta keterlibatan
stakeholder menanggapi dengan serius sudut pandang orang-orang tersebut dan
bertindak sesuai dengan sudut pandang tersebut.
Kendali bersama
melibatkan partisipasi yang lebih dalam daripada kolaborasi. Warga masyarakat
menjadi lebih diberdayakan dengan menerima tanggung jawab yang makin
bertambah atas pengembangan dan pelaksanaan
rencana aksi sehingga bertanggung jawab kepada anggota kelompok
demikian pula atas pembentukan atau pemantapan
lembaga-lembaga daerah. Para
profesional pembangunan menjadi fasilitator bagi
proses yang digerakkan oleh daerah. Para
stakeholder memegang kendali serta pemilikan atas
komponen mereka dalam proyek atau program,
dan membuat keputusan sesuai dengan itu. Pada tingkat ini,
partisipasi daerah sangat berkelanjutan karena orang
yang bersangkutan memiliki
kepentingan dalam mempertahankan struktur atau
praktek. Pemantauan partisipatif—di mana warga
masyarakat, kelompok atau organisasi menilai
tindakan mereka sendiri dengan menggunakan prosedur dan
indikator kinerja yang mereka pilih sewaktu menyelesaikan rencana
mereka—memperkuat pemberdayaan dan keberlanjutan. Karena lebih bersifat
sebagai pelengkap, daripada pengganti untuk,
pemantauan eksternal, pemantauan partisipatif telah disebut
“penyempurna” pembangunan partisipatif.
Bila dulu
tidak ada partisipasi yang signifikan,
pengumpulan informasi atau konsultasi dapat dipandang
sebagai tonggak penting. Di samping itu,
tantangan, kendala, dan peluang khusus yang diberikan oleh masing-masing
konteks mengartikan bahwa hal-hal ini kadang-kadang dapat dinilai sebagai
cara-cara partisipasi yang paling sesuai. Pada kesempatan lain, hal-hal ini
dapat melengkapi dan mendukung bentuk partisipasi yang lebih rumit. Banyak dari
kasus yang ditinjau di sini adalah eksperimen atau langkah-langkah
pertama yang dirancang untuk memperkenalkan
stakeholder dalam dan luar kepada teknik-teknik partisipasi. Di samping itu,
banyak kegiatan yang rumit dan menggunakan beberapa bentuk partisipasi,
kadang-kadang mulai pada satu tingkat dan menjadi lebih
dalam sewaktu para profesional pembangunan dan
stakeholder daerah belajar bersama. Aspek-aspek tertentu dari masing-masing
kasus disoroti dalam makalah ini untuk memperjelas bentuk partisipasi tertentu.
Pola Peran Serta Masyarakat
Dalam perkembangannya
partisipasi terbagi kedalam dua pola, yaitu pola patisipasi secara individu dan
partisipasi secara kelompok. Seseorang yang aktif dan inovatif dalam setiap
pembangunan akan sangat membantu dirinya setra keluarganya untuk meningkatkan
taraf kehidupannya secara ekonomis dan spiritual. Namun sebagai mahluk
sosial maka pola individu harus dikembangkan kepada anggota lainnya sehingga
tercipta pola partisipasi kelompok.
Berbagai pedekatan
pembangunan saat ini lebih banyak menggunakan pertisipasi kelompok. Oleh karena
itu pola partisipasi harus dilihat secara kelompok karena setiap kelompok
memiliki elemen-elenem yang bekerjasama dimana antara elemen satu dengan elemen
lainnya akan asaling berinteraksi yang akan menimbulkan suatu dinamika kelompok
yang akan menjadikan karakter bersikap dan bertindak sehingga menimbulkan
kemampuan anggota kelompok untuk perpartisipasi dalam setiap program
pembangunan.
Dalam mengembangkan
partisipasi anggota secara kelompok perlu menggunakan pendekatan ‘partisipation
action model (PAM)’ yang dikembangkan oleh Prof. S. Chamala untuk
pengembangan Group Skill Management Forland Care. Metode ini di
kembangkan atas pertimbangan :
1. Tujuan
pembangunan adalah untuk meningkatkan kemanpuan anggota khususnya dan
masyarakat umunnya
2. Masyarakat
memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pembangunan
3. Melalui
pendekatan PAM masyarakat dapat mengembangkan dirinya dan siap ikut dalam
partisipasi pembangunan
4. PAM
dibutuhkan karena :
a. Pembangunan
dimasa sekarang semakin komplek
b. Pemerintah
memiliki keterbatasan dalam hal sumbernya
c. Membutuhkan
pengetahuan masyarakat yang mampu menerima inovasi denagn cepat dan tepat.
Metode PAM ini
berlandaskan pada filosofi sebagai berikut : “telling adults provokes reaction,
showing them triggers the imagination, involving them gives them understanding,
empowering them leads to commitment and action “,
memberitahu orang dewasa dapat memprovokasi reaksi, sedangkan
menunjukkan kepada mereka dapat memicu imajinasi, melibatkan mereka memberi mereka
pemahaman, memberdayakan mereka mengarah ke komitmen dan
tindakan.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Partisipasi
Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu
program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan
program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program.
Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan.
Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam
masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah
ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih
mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari
kelompok usia lainnya.
2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa
pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam
banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga,
akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan
adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan
dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu
sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan
penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang
akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan
penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong
seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.
Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung
oleh suasana yang mapan perekonomian.
5. Lamanya
tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi
seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki
terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar
dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut
Holil (1980: 9-10), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
- Kepercayaan diri masyarakat;
- Solidaritas dan integritas sosial masyarakat;
- Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;
- Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau
memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri;
- Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan
yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat;
- Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum
dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan
kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan
atau sebagian kecil dari masyarakat;
- Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi
usaha;
- Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan
keputusan;
- Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap
masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga
dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin
yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari
luar/lingkungan, yaitu:
- Komunikasi yang intensif antara sesama warga
masyarakat, antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem
sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya;
- Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik
dalam kehidupan keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat
dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat;
- Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan
lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma
yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial;
- Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi.
Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial,
budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa,
gagasan, perseorangan atau kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar