Minggu, 10 November 2013

Pengertian Partisipasi Masyarakat


          Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.
           Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
  2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;
  3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
  4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
  5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
  6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
         Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.
           Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut:pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat,  yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
     Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:

a) Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-            hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang mempunyai   keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa                 tersebut    terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.
c) Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.
e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
f) Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.
g) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.

Bentuk dan Tipe Partisipasi
                                                                                                  
     Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif. Dengan berbagai bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas, maka bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif.
       Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja  atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
         Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Partisipasi sosial diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi. Pada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama. Sedangkan partisipasi representatif dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia. Penjelasan mengenai bentuk-bentuk partisipasi dan beberapa ahli yang mengungkapkannya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi

Nama Pakar
Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi
(Hamijoyo, 2007: 21; Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.
(Hamijoyo, 2007: 21; Holil, 1980: 81 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja  atau perkakas.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi sosial, Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi.
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama.
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia.

Berdasarkan bentuk-bentuk partisipasi yang telah dianalisis, dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai tipe partisipasi yang diberikan masyarakat. Tipe partisipasi masyarakat pada dasarnya dapat kita sebut juga sebagai tingkatan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat. Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33) mengidentifikasikan partisipasi masyarakat  menjadi 7 (tujuh) tipe berdasarkan karakteristiknya, yaitu partisipasi pasif/manipulatif, partisipasi dengan cara memberikan informasi, partisipasi melalui konsultasi, partisipasi untuk insentif materil, partisipasi fungsional, partisipasi interaktif, dan self mobilization. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Tipe Partisipasi
No.
Tipologi
Karakteristik
1.
Partisipasi pasif/ manipulatif
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi.
(b)   Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat.
(c)    Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
2.
Partisipasi dengan cara memberikan informasi
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya.
(b)   Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian.
(c)    Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
3.
Partisipasi melalui konsultasi
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi.
(b)   Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat;

 (c)    Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama;

(d)   Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.
4.
Partisipasi untuk insentif materil
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya.
(b)   Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya.
(c)    Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis.
5.
Partisipasi fungsional
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek.
(b)   Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati;
(c)    Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri.
6.
Partisipasi interaktif
(a) Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah ada;
(b)   Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik;
(c)   Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.
7.
Self mobilization
(a)Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki;
(b)Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang dibutuhkan;
(c)Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.
             Sumber: Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)

             Pada dasarnya, tidak ada jaminan bahwa suatu program akan berkelanjutan melalui partisipasi semata. Keberhasilannya tergantung sampai pada tipe macam apa partisipasi masyarakat dalam proses penerapannya. Artinya, sampai sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap suatu program sehingga ia turut berpartisipasi.

Proses partisipasi

           Dalam berbagai program pembangunan para praktisi pembangunan pun telah melakukan persiapan sosial agar program tersebut benar-benar menyentuh kepentingan, kebutuhan dan masalah masyarakat melalui tahapan-tahapan keikutsertaan masyarakat, dengan tujuan yaitu untuk meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan  juga tingkat keikutsertaan masyarakat. Persiapan sosial ini dimaksudkan agar setiap paket pembangunan dapat dikomunikasikan secara efektif dan efisien.
             Analisis proses partisipasi atau keikutsertaan masyarakat ini menjadi sangat penting karena dengan demikian usaha komunikasi program pembangunan ke dalam masyarakat akan memperoleh hasil yang maksimal. Analisis yang di maksud adalah :

1.      Tahapan penumbuhan ide untuk membangun dan perencannaan

Dalam tahap ini kita harus melihat, apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan ats gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat serdiri atau diturunkan dari atas. Jika datangnya dari masyarakat itu sendiri karena  didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi yang menghimpitnya pada saat itu maka peran aktif masyarakat akan  lebih baik dan juga sebaliknya. Jika masyarakat diikut libatkan  di dalam proses  perencanaan untuk membangun daerahnya, maka dapat dpastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai manusia yang dihargai sebagai manusia yang memilki potensi dan kemampuan sehingga mereka lebih mudah berperanserta aktif dalam melaksanakan, melestarikan program pembangunan tersebut.


2.      Tahap pengambilan keputusan

Landasan filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setia orang akan merasa dihargai jika mereka diajak untuk berkomprimi, memberikan pikiran-pikirannya dalam membuat suatu keputusan untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya. Keikutsertaan anggota atau seseorang di dalam pengambilan suatu keputusan secara psikososial telah memaksa anggota masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggungjawab dalam melaksanakan, mengembangkan setiap paket program yang di komunikasikan. Mereka merasa memiliki tanggung jawab secara penuh tehadap keberhasilan program yang dilaksanakan. Dengan demikian dalam diri masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif dengan penuh kesadaran.

3.      Tahap pelaksanaan dan evaluasi

Landasan filosofi dalam tahapan ini adalah prinsip learning by doing dalam metode belajar orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan adalah agar masyarakat dapat mengetahi secara baik tentang cara-cara melaksanakan program sehingga nantinya mereka secara mandiri mampu melanjutkan, meningkatkan, serta melestarikan program pembangunan yang dilaksanakan. Tujuan lainnya adalah untuk menghilangkan kebergantungan masyarakat terhadap pihak luar (komunikator atau penyuluh). Sedangkan dalam hal mengevaluasi, masyarakat diarahkan untuk mampu menilai sendiri dengan mengungkapkan tentang apa yang mereka tahu dan apa yang mereka lihat. Mereka diberi kebebasan untuk menilai sesuatu dengan apa yang ada dibenaknya, pengalaman, kelebihaan, kelemahan, manfaat, hambatan dan faktor pelancar dari program tersebut.

4.      Tahap pembagian keuntungan
Tahap ini menekankan pada tahap pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara merata kepada anggota masyarakat. Pertimbangan pokok dalam menerapkan suatu program jika dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut akan memberikan kesuksesan secara ekonomis kepada anggotanya.

         Dalam pelaksanaan tidak mudah untuk menerapkan tahapan-tahapan diatas, karena keterbatasan pengetahuan serta keterampilan masyarakat dalam hal perencanaan, penagmbilan keputusan, evaluasi serta menghitung kemanfaatan secara ekonomis. Akan tetapi dengan pendekatan analisis partisipasi maka akan mewujudkan bottom up planning yang berjalan seimbang dengan top down planning.
    Selain analisis proses partisipasi diatas, dalam partispasi juga terdapat cara-cara dalam merealisasikan keikutsertaan yang efektif yang diterapkan ADB (Asian Development Bankdalam kegiatan yang mereka laksanakan, diantaranya:

1.       Partisipasi dengan Berbagi/Mengumpulkan Informasi
Ujung  pasif  pada  skala  partisipasi  (dari  dangkal  sampai  dalam)  adalah menyebarluaskan informasi  kepada,  atau  mencari  informasi  dari,  para  stakeholder. Penyebarluasan informasi harus menjadi bagian dari setiap prakarsa pembangunan.
2.       Partisipasi melalui Konsultasi/Mendapatkan Umpan balik
Konsultasi merupakan cara utama bagi ADB (Asian Development Bank) dan instansi-instansi pelaksana pemerintah   untuk   mengikutsertakan   para   stakeholder   dalam   prakarsa-prakarsa pembangunan mereka.  Tingkat  partisipasi  sangat  berbeda  di  antara  bentuk-bentuk konsultasi.
3.      Partisipasi melalui Pemberdayaan/Kendali Bersama
Kedalaman partisipasi maksimum tercapai dengan adanya pemberdayaan atau kendali bersama. Pada tingkat ini, kekuasaan untuk membuat keputusan terpusat pada masyarakat daerah.  Masyarakat mengembangkan rencana tindakan dan  mengelola kegiatan  mereka  sendiri  berdasarkan  prioritas  dan  gagasan  mereka  sendiri.  Para lembaga  donor  dan  profesional  pembangunan  lebih  bersifat  memperlancar  dan mendukung,   daripada   mengarahkan,   pembangunan   daerah.   Kelompok-kelompok daerah mengendalikan keputusan-keputusan daerah, yang meningkatkan kepentingan mereka dalam mempertahankan bangunan dan praktek fisik atau kelembagaan.
4.      Partisipasi melalui Kolaborasi/Pembuatan Keputusan Bersama
Konsultasi  yang  menggunakan  metode  partisipasi memperlihatkan  bahwa  para  stakeholder  didorong  untuk  menyuarakan  wawasan mereka  dan  bersama-sama  merekomendasikan  solusi.  Tetapi,  konsultasi  bersifat terbatas   karena  tidak   memberikan  kendali  pembuatan  keputusan  kepada  para stakeholder.   Untuk   satu   dan   lain   alasan,   lembaga   sponsor   memilih   untuk mempertahankan kemampuan untuk menerima atau menolak saran-saran stakeholder. Sebaliknya, kolaborasi berbeda dengan konsultasi karena para stakeholder diundang untuk mempengaruhi isi suatu proyek atau program.

 Mengikutsertakan Pendekatan dan Metode Partisipatif

Partisipasi  berkisar  dari  yang  dangkal  sampai  yang  dalam dari  pertukaran informasi yang pasif sampai komitmen penuh. Para stakeholder dapat dilibatkan dalam banyak hal, dari sekadar diberitahubahwa “pembangunan” sedang “berlangsung” sampai mengambil bagian dalamproyek-proyek yang membantu mereka bertanggung jawab atas pembangunanmereka sendiri.

Tingkat Partisipasi
===============================================================
Berbagi                   Konsultasi/                       Kolaborasi/ Pembuatan      Pemberdayaan/
Informasi       Mendapatkan Umpan Balik         Keputusan Bersama         Kendali Bersama
Dangkal <------------------------------------------------------------------------------------------------------->Dalam
===============================================================

     Berbagi (atau mengumpulkan) informasi berada pada ujung pasif atau dangkal dari sk ala partisipasi. Ini bisa melibatkan penyebarluasan informasi tentang program yang direncanakan atau meminta para stakeholder untuk memberikan informasi yang akan   digunakan   oleh   para   pihak   lain   untuk  membantu   merencanakan   atau mengevaluasi proyek atau kegiatan lain.
           Kolaborasi/pembuatan keputusan bersama dan pemberdayaan/kendali bersama mewakili apa yang oleh kebanyakan pelaku pembangunan partisipatif dianggap sebagai partisipasi sejati. Pada tiap tahap, para stakeholder terlibat aktif dan tercapai hasil yang berkelanjutan.  Dalam  kolaborasi,  misalnya,  orang  diundang  oleh  pihak  luar  untuk memenuhi  tujuan  yang  telah  ditentukan  sebelumnya:  profesional  atau  organisasi pembangunan  mengidentifikasi  problem  atau  masalah  yang  akan  dibahas,  dan menghimpunkan  kelompok  untuk   berkolaborasi  membahas  topik   tersebut.  Para stakeholder mungkin tidak memprakarsai kolaborasi tersebut, tetapi secara signifikan mempengaruhi hasilnya. Kelompok atau sub-kelompok dibentuk sehingga membangun jaringan dan meningkatkan mutu struktur atau praktek. Orang itu sendiri dan proyek di mana  mereka  bekerja  berubah  akibat  interaksi  mereka.  Gagasan-gagasan  para stakeholder mengubah desain proyek atau rencana pelaksanaan, atau menyumbang pada kebijakan atau strategi baru. Yang paling penting, profesional atau organisasi pembangunan yang meminta keterlibatan stakeholder menanggapi dengan serius sudut pandang orang-orang tersebut dan bertindak sesuai dengan sudut pandang tersebut.
        Kendali bersama melibatkan partisipasi yang lebih dalam daripada kolaborasi. Warga masyarakat menjadi lebih diberdayakan dengan menerima tanggung jawab yang makin  bertambah  atas  pengembangan  dan  pelaksanaan  rencana  aksi  sehingga bertanggung jawab kepada anggota kelompok demikian pula atas pembentukan atau pemantapan   lembaga-lembaga  daerah.   Para   profesional   pembangunan  menjadi fasilitator  bagi  proses  yang  digerakkan  oleh  daerah.  Para  stakeholder  memegang kendali  serta  pemilikan  atas  komponen  mereka  dalam  proyek  atau  program,  dan membuat keputusan sesuai dengan itu.  Pada tingkat ini,  partisipasi daerah sangat berkelanjutan   karena   orang   yang   bersangkutan   memiliki   kepentingan   dalam mempertahankan  struktur  atau  praktek.  Pemantauan  partisipatif—di  mana  warga masyarakat,  kelompok  atau  organisasi  menilai  tindakan  mereka  sendiri  dengan menggunakan prosedur dan indikator kinerja yang mereka pilih sewaktu menyelesaikan rencana mereka—memperkuat pemberdayaan dan keberlanjutan. Karena lebih bersifat sebagai  pelengkap,  daripada  pengganti  untuk,  pemantauan  eksternal,  pemantauan partisipatif telah disebut “penyempurna” pembangunan partisipatif.
               Bila  dulu  tidak  ada  partisipasi  yang  signifikan,  pengumpulan informasi  atau konsultasi  dapat  dipandang  sebagai  tonggak  penting.  Di  samping  itu,  tantangan, kendala, dan peluang khusus yang diberikan oleh masing-masing konteks mengartikan bahwa hal-hal ini kadang-kadang dapat dinilai sebagai cara-cara partisipasi yang paling sesuai. Pada kesempatan lain, hal-hal ini dapat melengkapi dan mendukung bentuk partisipasi yang lebih rumit. Banyak dari kasus yang ditinjau di sini adalah eksperimen atau  langkah-langkah  pertama  yang  dirancang  untuk  memperkenalkan  stakeholder dalam dan luar kepada teknik-teknik partisipasi. Di samping itu, banyak kegiatan yang rumit dan menggunakan beberapa bentuk partisipasi, kadang-kadang mulai pada satu tingkat  dan   menjadi  lebih   dalam  sewaktu  para  profesional  pembangunan  dan stakeholder daerah belajar bersama. Aspek-aspek tertentu dari masing-masing kasus disoroti dalam makalah ini untuk memperjelas bentuk partisipasi tertentu.

Pola Peran Serta Masyarakat

       Dalam perkembangannya partisipasi terbagi kedalam dua pola, yaitu pola patisipasi secara individu dan partisipasi secara kelompok. Seseorang yang aktif dan inovatif dalam setiap pembangunan akan sangat membantu dirinya setra keluarganya untuk meningkatkan taraf kehidupannya secara ekonomis dan spiritual. Namun  sebagai mahluk sosial maka pola individu harus dikembangkan kepada anggota lainnya sehingga tercipta pola partisipasi kelompok.
        Berbagai pedekatan pembangunan saat ini lebih banyak menggunakan pertisipasi kelompok. Oleh karena itu pola partisipasi harus dilihat secara kelompok karena setiap kelompok memiliki elemen-elenem yang bekerjasama dimana antara elemen satu dengan elemen lainnya akan asaling berinteraksi yang akan menimbulkan suatu dinamika kelompok yang akan menjadikan karakter bersikap dan bertindak sehingga menimbulkan kemampuan anggota kelompok untuk perpartisipasi dalam setiap program pembangunan.
        Dalam mengembangkan partisipasi anggota secara kelompok perlu menggunakan pendekatan ‘partisipation action model (PAM)’ yang  dikembangkan oleh Prof. S. Chamala untuk pengembangan Group Skill Management Forland Care. Metode ini di kembangkan atas pertimbangan :
1.   Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kemanpuan anggota khususnya dan masyarakat umunnya
2.   Masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pembangunan
3. Melalui pendekatan PAM masyarakat dapat mengembangkan dirinya dan siap ikut dalam partisipasi pembangunan
4.  PAM dibutuhkan karena :
a.  Pembangunan dimasa sekarang semakin komplek
b.  Pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal sumbernya
c.  Membutuhkan pengetahuan masyarakat yang mampu menerima inovasi denagn cepat dan tepat.

          Metode PAM ini berlandaskan pada filosofi sebagai berikut : “telling adults provokes reaction, showing them triggers the imagination, involving them gives them understanding, empowering them leads to commitment and action “, memberitahu orang dewasa dapat memprovokasi reaksi, sedangkan menunjukkan kepada mereka dapat memicu imajinasi, melibatkan mereka memberi mereka pemahaman, memberdayakan mereka mengarah ke komitmen dan tindakan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi  
           
          Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
            Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:

1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.

3.  Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.

4.  Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.

5.  Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
           Sedangkan menurut Holil (1980: 9-10), unsur-unsur dasar partisipasi sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
  1. Kepercayaan diri masyarakat;
  2. Solidaritas dan integritas sosial masyarakat;
  3. Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat;
  4. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas kekuatan sendiri;
  5. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui sebagai/menjadi milik masyarakat;
  6. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan atau sebagian kecil dari masyarakat;
  7. Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha;
  8. Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan;
  9. Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:

  1. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya;
  2. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat;
  3. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial;
  4. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar